Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat Datang di Laman Web SMA Islam Watulimo

Visi SMA Islam Watulimo

Beriman bertakwa, berilmu pengetahuan dan berbudi pekerti luhur.

Misi SMA Islam Watulimo

Melaksanakan ajaran agama Islam. Melaksanakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Mewujudkan ketertiban dalam kegiatan belajar mengajar.

Mutiara Hikmah

Sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna untuk manusia lainnya

Head Office

Jl. Pantai Prigi Gg. Masjid Jami' Ds. Slawe Kec. Watulimo Telp. 0355-552346 TRENGGALEK 66382.

Kamis, 01 Maret 2012

HAPUS VONIS ANAK HARAM


Sangat tak manusiawi jika anak yang dilahirkan di luar nikah disebut anak haram. Putusan uji material Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal 43 ayat 1 UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan setidaknya telah menghapus kesan itu.
“Orang tua harus bertanggung jawab supaya anak tidak menjadi korban. Jangan sampai anak ditinggalkan dan dititipkan di panti asuhan,” kata Drs H Andi Ja’far Harun MSi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak kepada Equator, Selasa (28/2) di ruang kerjanya.
Sudah sering terjadi anak dilahirkan tanpa diketahui siapa ayah biologisnya. Ibu kandung yang menanggungnya. Tetapi ada yang tak kuat menghadapinya hingga melakukan aborsi akibat hubungan terlarang sebelum pernikahan.
Putusan MK memang di satu sisi sering mendapat hujatan karena dianggap menyuburkan praktik perzinaan atau kumpul kebo. Tetapi di sisi lain memberikan aspek perlindungan bagi anak sekaligus menyadarkan si ayah biologis untuk bertanggung jawab. Sebab pada hakikatnya, anak yang baru lahir ibarat kertas putih. Orang tualah yang menulisnya.
“Anak yang dilahirkan masih dalam keadaan fitrah. Oleh karena itu, dia tidak seharusnya menanggung beban apa yang sudah dilakukan orang tuanya,” kata Andi Ja’far.
Menurut dia, putusan MK kontradiktif dengan UU Nomor 43/1974. UU itu sudah jelas, anak yang dilahirkan tanpa bapak nasabnya kembali kepada ibu. Tetapi analisis putusan MK bertujuan untuk perlindungan anak. “Kalau anak terlahir tanpa orang tua yang lengkap akan berpengaruh pada perkembangan si anak. Seorang anak akan merasa bangga kalau ada orang tuanya,” papar Andi Ja’far.
Dalam hal ini, kata dia, peran agama sangat penting yang sangat melarang untuk berbuat zina. Mendekatinya saja dilarang karena perbuatan tersebut akan berdampak fatal dan anak yang tidak tahu apa-apa akan menanggung perbuatan orang tuanya.
“Saya mengimbau kepada orang tua untuk memerhatikan pergaulan anaknya masing-masing agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas. Salah satu faktor anak lahir di luar nikah akibat dari pergaulan bebas,” tuturnya seraya mengajak untuk menyelamatkan generasi muda.
Andi Ja’far memaparkan tiga kategori anak menurut Alquran. Pertama, anak sebagai perhiasan. Anak seperti inilah yang semua diidamkan oleh orang tua. Kedua, anak sebagai fitnah (cobaan) sehingga orang tua harus memberikan perhatian lebih. Ketiga, anak sebagai musuh, seperti inilah yang harus dihindarkan.
Dalam hal administrasi, anak di luar nikah tidak sah untuk diterbitkan akta kelahirannya. “Maka dia itu hanya anak ibu bukan anak suami istri. Karena orang tuanya tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan UU,” kata Drs Hermundi, Kepala Bidang Catatan Sipil Kota Pontianak.
Masalah hak, kata dia, anak itu hanya memiliki keperdataan ibunya. “Nah, anak luar nikah maupun anak resmi tidak masalah dalam membuat KTP,” ujarnya.
Hermundi menuturkan anak luar nikah sulit itu mendapatkan perlindungan dari hukum, karena status mereka tidak jelas. “Kepada orang tua harus segera memproses anaknya untuk mendapatkan hak-hak sipil dan memperoleh kepastian hukum,” katanya.
Nikah siri
Anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak Syarifah Yuliana menganggap UU No 1 Tahun 1974 sudah menjamin harkat dan martabat wanita. Konsekuensi logis harus diterima wanita yang menikah siri atau tidak tercatat. Anak yang dilahirkan dari pasangan menikah siri tidak bisa mencantumkan nama ayahnya di akta kelahiran.
Sejak diberlakukan UU ini, maka segala bentuk perkawinan siri tidak diakui secara UU. “Jadi dari segi hukumnya sudah jelas. Seharusnya masyarakat, khususnya kaum wanita harus mendukung peraturan ini,” ujarnya.
Terhadap keputusan MK yang membatalkan pasal 43 ayat 1 UU No 1 tahun 1974, Syarifah menjelaskan, status anak yang dulunya hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, sudah bisa bernapas lega. “Dengan demikian bisa mengajukan tuntutan di pengadilan untuk memperoleh pengakuan dari ayah secara biologisnya,” ujarnya.
Tetapi dari sisi lain, dengan dibatalkannya pasal 43 itu akan marak terjadi pernikahan siri. “Masyarakat tidak perlu lagi membutuhkan lembaga resmi seperti KUA (Kantor Urusan Agama) untuk mencatatkan pernikahannya. Dampak yang sangat tidak diinginkan adalah marak hubungan nikah yang dibungkus dengan perkawinan siri,” ujarnya.
Syarifah mengimbau agar kaum wanita jangan mau dinikahi secara siri. Sebab dapat merugikan pihak perempuan. “Hal ini harus dibarengi penyuluhan dan pembinaan dari instansi terkait sehingga masyarakat menyadari pentingnya menikah secara tercatat menurut undang-undang,” ungkapnya.

Ujian Nasional 2012 Antisipasi Curang


Lima Paket Soal Dalam Satu Ruang

Mau pintar? Belajarlah wahai anak-anak bangsa peserta Ujian Nasional 2012, karena Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memberlakukan lima paket soal berbeda di setiap ruangan ujian. Standar kelulusan tahun ini sama yakni 5,50.
“Lima paket soal itu merupakan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artinya, dalam satu ruangan ujian akan ada lima soal yang berbeda untuk SMA dan SMP. Ini untuk mencegah kecurangan,” ungkap Drs Paimin Slamet, Ketua Sekretariat Ujian Nasional Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar kepada wartawan di kantornya, Rabu (22/2).
Penyelenggara UN sendiri sudah siap 90 persen. Pendataan peserta ujian sudah sampai pada penetapan Daftar Nominasi Tetap (DNT). Sekarang ini sudah masuk tahapan pemeliharaan data. “Dalam minggu-minggu ini atau akhir Februari akan ada rapat koordinasi antara penyelenggara provinsi dengan kabupaten/kota serta perguruaan tinggi dan kantor kementerian agama,” jelas Slamet yang juga Korwas Diknas Provinsi Kalbar ini.
Standar kelulusan tahun ini, kata dia, nilai rata-rata 5,50 dari semua mata pelajaran ujian nasional, dan tidak boleh ada angka di bawah empat. Bagi peserta yang tidak lulus ada dua alternatif: mengulang tahun depan atau mengikuti ujian kesetaraan paket.
“Paket C untuk SMA/MA/SMK, Paket B untuk SMP/MTs, dan paket A untuk SD/MI. Pengalaman tahun lalu, Juni dilaksanakan. Secara umum tingkat kelulusan kita pada tahun lalu 98 persen lebih. Tahun ini target kita naiklah,” harap Slamet.
Evaluasi secara umum pada UN 2011 telah berjalan baik dan lancar dengan hasil tingkat kelulusan peserta didik lebih baik dari tahun sebelumnya. Untuk mengejar target lebih baik lagi, diberikan motivasi seperti kegiatan try out dua sampai tiga kali di setiap kabupaten/kota, serta menambahkan jam belajar atau les tambahan.
Dijelaskan Slamet, jika UN tahun lalu ada dua tim pemantau yakni Tim Pemantau Independen (TPI) untuk SMP dan tim pengawas satuan pendidikan dari perguruan tinggi negeri. “Sekarang TPI sudah tidak ada lagi, hanya tinggal tim pengawas satuan pendidikan dari Untan untuk SMA/MA/SMK. Jadi SMP tidak ada tim pemantaunya,” katanya.

Razia pelajar
Dengan prosedur operasi standar yang ada, Slamet mengatakan kecurangan-kecurangan bisa diantisipasi. Apalagi untuk lembaran soal mulai dari pengadaan sampai percetakan sekarang ini dilakukan di pusat. Artinya dari pusat mendistribusikan ke provinsi, barulah provinsi distribusikan ke kabupaten/kota.
Untuk itu, gubernur sudah mengeluarkan surat edaran Nomor: 420/0427/Kessos-C tertanggal 14 Februari 2012. Surat dengan perihal persiapan pelaksanaan Ujian Nasional Tahun 2012 ditujukan kepada bupati/walikota se-Kalbar.
“Untuk kepentingan monitoring terkait kesiapan pelaksanaan UN, gubernur mengharapkan kebijakan-kebijakan yang diambil dilaporkan secara tertulis kepada Gubernur Kalbar pada kesempatan pertama,” kata Slamet.
Sebagai wujud konsistensi dan komitmen bersama, gubernur juga minta kepada bupati/walikota untuk dapat melakukan persiapan-persiapan melalui berbagai kebijakan yang tidak hanya semata-mata berorientasi pada upaya memaksimalkan hasil belajar. Namun juga kebijakan yang secara objektif dapat berdampak positif terhadap kesiapan peserta didik dalam menghadapi UN.
“Seperti melakukan razia atau penertiban pelajar di tempat-tempat umum dan hiburan pada jam belajar, membatasi waktu operasional warnet khususnya pada malam hari. Dan kebijakan lainnya yang sejenis,” papar Slamet.
Terpisah, anggota Komisi D DPRD Provinsi Kalbar H Miftah SHi menyambut baik langkah antisipasi praktik kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional 2012 melalui pemberlakuan lima paket soal tersebut.
“Kebijakan itu salah satu upaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk memperkecil kemungkinan peserta mencontek saat ujian,” kata politisi daerah pemilihan Ketapang-KKU ini.
Menurutnya, tahun sebelumnya hanya ada dua paket soal, dengan lima paket soal ini tentu mengubah susunan tempat duduk peserta ujian dalam satu ruangan, apalagi tentu posisi duduk peserta akan diacak.
Miftah mengingatkan, pendistribusian soal ujian juga harus mendapat pengawasan dan pengawalan ketat. “Jangan sampai ada kabar lagi seperti tahun lalu, ada bocoran soal, bocoran kunci jawaban, dan sebagainya. Orang tua dan pihak sekolah diharapkan mengawasi anak-anaknya dengan baik,” katanya. (jul)

Sumber : http://www.equator-news.com/utama/20120223/ujian-nasional-2012-antisipasi-curang

Rabu, 29 Februari 2012

Keluarga Besar
"SMA ISLAM WATULIMO"
Turut Berduka Cita atas meninggalnya

KH. ABDULLAH FAQIH
PENGASUH PONDOK PESANTREN LANGITAN TUBAN
PADA RABU, 29 FEBRUARI 2012

"Semoga Surga Firdaus Menjadi Tempat Istrirahat Beliau, Amiin"

KH. ABDULLAH FAQIH, WAFAT

Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur, Kiai Haji Abdullah Faqih (82), Rabu pukul 19.00 WIB, wafat di rumahnya di kompleks pesantren setempat.

"Ya, beliau memang sudah tiga bulan terakhir sakit setelah jatuh, bahkan beliau juga sempat keluar-masuk rumah sakit, termasuk ke Graha Amerta RSUD dr Soetomo Surabaya," kata Ketua Umum DPP PKNU Choirul Anam.

Kiai Faqih (generasi kelima) memimpin Pesantren Langitan sejak l971, menggantikan Kiai Abdul Hadi Zahid yang meninggal karena usia lanjut. Kiai Faqih didampingi Kiai Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya.

Pesantren Langitan termasuk pesantren tua di Jawa Timur. Didirikan l852 oleh Kiai Muhammad Nur, asal Desa Tuyuban, Rembang. Langitan dikenal sebagai pesantren ilmu alat. Para generasi pertama NU pernah belajar di pesantren yang terletak di tepi Bengawan Solo yang melintasi Desa Widang (dekat Babat Lamongan) ini. Antara lain Kiai Muhammad Cholil (Bangkalan), Kiai Hasyim Asy`ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Syamsul Arifin (ayah Kiai As`ad Syamsul Arifin), dan Kiai Shiddiq (ayah Kiai Ahmad Shiddiq).

Di mata para santri, Kiai Faqih adalah tokoh sederhana, istiqomah dan alim. Ia tak hanya pandai mengajar, melainkan menjadi teladan seluruh santri. Dalam salat lima waktu. misalnya, ia selalu memimpin berjamaah. Demikian pula dalam hal kebersihan.

“Tak jarang beliau mencincingkan sarungnya, membersihkan sendiri daun jambu di halaman,” tutur Choirie, lelaki yang pernah selama tujuh nyantren di Langitan.

Meski tetap mempertahankan ke-salaf-annya, pada era Kiai Faqih inilah Pesantren Langitan lebih terbuka. Misalnya, ia mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dalam hal penggalian dana, ia membentuk Badan Usaha Milik Pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel.

Ayah 12 anak buah perkawinannya dengan Hunainah ini juga mengarahkan pesantren agar lebih dekat dengan masyarakat. Di antaranya ia mengirim dai ke daerah terpencil di Jawa Timur dan luar Jawa. Setiap Jumat ia juga menginstruksikan para santri salat Jumat di kampung-kampung. Lalu membuka pengajian umum di pesantren yang diikuti masyarakat luas.

Dalam hubungan dengan pemerintah Orde Baru, Kiai Faqih sangat hati-hati. Meski tetap menjaga hubungan baik, ia tak mau terlalu dekat dengan penguasa, apalagi menengadahkan tangan minta bantuan, sekalipun untuk kepentingan pesantren. Bahkan, tak jarang, ia menolak bantuan pejabat atau siapapun, bila ia melihat di balik bantuan itu ada `maunya’.

Mungkin, karena inilah perkembangan pembangunan fisik Langitan termasuk biasa-biasa saja. Moeslimin Nasoetion, saat menjabat Menteri Kehutanan dan Perkebunan dan berkunjung ke Langitan pernah berucap, “Saya heran melihat sosok Kiai Abdullah Faqih. Kenapa tidak mau membangun rumah dan pondoknya? Padahal, jika mau, tidak sedikit yang mau memberikan sumbangan.”

Tapi bila terpaksa menerima, ini masih kata Effendy Choirie, "Bantuan itu akan dimanfaatkan fasilitas umum di mana masyarakat juga turut menikmatinya." Kiai Faqih, kata Choirie, juga tak pernah mengundang para pejabat bila pesantrennya atau dirinya punya hajat.
“Tapi kalau didatangi, beliau akan menerima dengan tangan terbuka,” tambah Choirie.(Ant/ICH)

Sumber : Metronews.com

Selasa, 28 Februari 2012

Kode Etik Guru

PEMBUKAAN Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru Indonesia ketika menjalankan tugastugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini. Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. Bagian Satu Pengertian, tujuan, dan Fungsi Pasal 1 (1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia . Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara. (2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugastugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah. Pasal 2 (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. (2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan. Bagian Dua Sumpah/Janji Guru Indonesia Pasal 3 (1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilainilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. (2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing. (3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan. Pasal 4 (1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia . (2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas. Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari : (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila (2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6 (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasanalasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. (2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa : a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. b. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. f. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi. (2) Hubungan Guru dengan Masyarakat : a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat d. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya f. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat. (3) Hubungan Guru dengan sekolah a. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. c. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif. d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah. e. Guru menghormati rekan sejawat. f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat g. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran j. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. k. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugastugas profesional pendidikan dan pembelajaran. l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya. p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat. (4) Hubungan Guru dengan Profesi : a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya. e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. (5) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya : a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya. g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (6) Hubungan Guru dengan Pemerintah : a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya. b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya. c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945. d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. Bagian Empat Pelaksanaan, Pelanggaran, dan sanksi Pasal 7 (1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia . (2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Pasal 8 (1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru. (2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat. Pasal 9 (1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia . (2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif (3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. (5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia , organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. (6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia . Bagian Lima Ketentuan Tambahan Pasal 10 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundangundangan. Bagian Enam Penutup Pasal 11 (1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia . (2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia .

PENTINGNYA PENDIDIKAN BERKARAKTER

Pentingnya pendidikan berkarakter untuk pembangunan bangsa agar lebih maju dan segera bangkit dari keterpurukan. Program pendidikan karakter dapat dinilai sebagai suatu upaya yang sangat strategis dan tujuan kedepannya untuk membuka pintu bagi bangsa ini agar bisa lebih maju dan tidak ketinggalan dari bangsa lain. Bagaimana jadinya jika bangsa ini tidak mengedepankan pendidikan dan pembangunan karakter bangsa, juga tidak ada daya juang yang kuat yang di dorong dari dalam diri tiap anak bangsa yang mempersatukan pemerintah dan rakyat. Karena pentingnya pendidikan berkarakter maka kita harus mengetuk pintu semua elemen yang ada pada bangsa ini agar memiliki berkomitmen menjalankan Pendidikan berkarakter sebagai bagian yang teramat penting yang adapat menjadi jati diri bangsa. Karakter yang selama ini mementingkan diri sendiri, mementingkan kelompok atau golongan sendiri harus segera ditinggalkan. Kalau tidak negara Indonesia berada di ujung tanduk. Seperti yang sudah di bahas sebelumnya dalam topik Artikel Pendidikan sebelumnya mengenai artikel Pendidikan Karakter . Adalah sebuah Yayasan Jati Diri Bangsa yang memiliki komitmen ingin membangun karakter bangsa akan turut ambil bagian memberi arah pendidikan yang memiliki karakter yang saat ini kembali digaungkan oleh pemerintah Indonesia. Tempat yang paling tepat untuk mendidik putra-putri Indonesia memiliki kepribadian yang berkarakter adalah di sekolah. Sekolah merupakan tempat yang sangat strategis untuk memulai pendidikan karakter.

Rabu, 15 Februari 2012

Tujuh Prinsip Praktik Pembelajaran yang Baik


Dalam sebuah tulisannya, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik  bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan.
Di bawah ini disajikan esensi dari ketujuh prinsip tersebut dan untuk memudahkan Anda mengingatnya, saya buatkan  “jembatan keledai”  dengan sebutan CRAFT HiT

1.      Encourages Contact Between Students and Faculty
Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha  memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya.

2.      Develops Reciprocity and Cooperation Among Students
Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui perpacuan  individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti  bekerja  yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain,  siswa dapat meningkatkan  keterlibatannya dalam belajar. Saling  berbagi ide dan mereaksi  atas tanggapan  orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang sesuatu.

3.      Encourages Active Learning
Belajar bukanlah seperti sedang  menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk  mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam  kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan  apa yang mereka pelajari  sebagai bagian dari dirinya sendiri.

4.      Gives Prompt Feedback
Siswa membutuhkan  umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengambil  manfaat dari apa yang  telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk  menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa  perlu sering diberi kesempatan  tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.

5.      Emphasizes Time on Task
Waktu + energi  = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan  sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat  mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi  semuanya

6.      Communicates High Expectations
Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal  penting bagi semua orang.  Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun  sekolah  bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya

7.      Respects Diverse Talents and Ways of Learning
Ada banyak jalan untuk belajar. Para  siswa  datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya masing-masing  Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik  tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya.   Dalam hal ini,  siswa perlu diberi  kesempatan untuk menunjukkan bakatnya  dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang  mungkin ini bukanlah  hal mudah bagi guru untuk melakukannya.

Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi  mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif  bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut meliputi:  (a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat; (b) dukungan kongkrit dari  kepala sekolah dan  para administrator  pendidikan untuk  mencapai tujuan ; (c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan; (d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan (e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian tujuan.


Evaluasi Kinerja Guru oleh Siswa

Dalam manajemen kinerja, setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat diketahui sejauhmana proses dan hasil kerja guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Kendati demikian, selama ini, evaluasi kinerja guru cenderung banyak dilakukan oleh atasannya (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah), sementara siswa jarang dilibatkan untuk menilai kinerja gurunya.

Penilaian kinerja guru oleh siswa merupakan salah satu teknik penilaian untuk mengidentifikasi kinerja guru, yang hingga saat ini keberadaannya masih kontroversi. Di satu pihak, ada sebagian orang yang berpendapat bahwa pelibatan siswa untuk mengukur kinerja guru kurang tepat. Berbeda dengan kepala sekolah atau pengawas sekolah yang memang telah dibekali pengetahuan dan keterampilan bagaimana seharusnya guru mengajar, sedangkan siswa dianggap kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki kematangan dan keahlian untuk melakukan penilaian tentang gaya mengajar guru. Selain itu, mereka menganggap bahwa siswa cenderung lebih mengukur popularitas dari pada kemampuan guru itu sendiri.

Di lain pihak, tidak sedikit pula yang memberikan dukungan terhadap penggunaan teknik penilaian kinerja guru oleh siswa. Aleamoni (1981) mengungkapkan argumentasi penggunaan teknik penilaian kinerja guru oleh siswa, yaitu:
  1. Para siswa merupakan sumber informasi utama tentang lingkungan belajar, termasuk di dalamnya tentang motivasi dan kemampuan mengajar guru.
  2. Para siswa pada dasarnya dapat menilai secara logis tentang kualitas, efektivitas, dan kepuasan dari materi dan metode pembelajaran yang dikembangkan guru.
  3. Penilaian kinerja guru oleh siswa dapat mendorong terjadinya komunikasi antara siswa yang bersangkutan dengan gurunya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses belajar mengajar.
  4. Dalam mata pelajaran tertentu, hasil penilaian kinerja guru oleh siswa dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa-siswa lain dalam memilih mata pelajaran dan memilih guru yang sesuai dengan dirinya.
  5. Dalam pendidikan yang berorientasi pada mutu, siswa pada dasarnya merupakan pelanggan (costumer) utama yang harus didengar pendapat dan pemikirannya atas pelayanan pendidikan yang diberikan gurunya.
Menepis persoalan ketidakmatangan siswa untuk dilibatkan dalam evaluasi kinerja guru, studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak (1982) menemukan bukti bahwa evaluasi kinerja guru oleh siswa ternyata dapat menunjukkan konsitensi dan reliabilitas yang tinggi dari satu tahun ke tahun berikutnya. Demikian juga, siswa ternyata dapat membedakan pengaruh pembelajaran yang efektif dan tidak efektif dilihat dari dimensi sikap, minat dan keakraban guru.

Memperhatikan pemikiran Aleamoni dan hasil studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak tersebut, mungkin tidak ada salahnya di sekolah Anda mulai dikembangkan penilaian kinerja guru oleh siswa, baik yang digagas oleh siswa, guru atau kepala sekolah. Selama evaluasi kinerja oleh siswa ini didesain dan diadministrasikan sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip evaluasi, maka data yang dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perbaikan mutu dan efektivitas pembelajaran siswa.

Sumber : Akhmad Sudrajat

Rabu, 01 Februari 2012

Untuk Jadi Pemimpin Yang Baik

  1. Jujur. Seorang pemimpin yang baik menunjukkan ketulusan, integritas, dan keterbukaan dalam setiap tindakannya.
  2. Kompeten. Tindakan seorang pemimpin haruslah berdasar pada penalaran dan prinsip moral, bukannya menggunakan emosi kanak-kanak dalam mengambil suatu keputusan.
  3. Berpandangan ke depan dan menetapkan tujuan. Dalam menetapkan tujuan, seorang pemimpin perlu menanamkan pemikiran bahwa tujuan itu adalah milik seluruh organisasi. Ia mengetahui apa yang diinginkannya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Biasanya ia menetapkan prioritas berdasarkan nilai dasarnya. Memberi inspirasi. Dalam mengerjakan setiap tugas, seorang pemimpin harus menunjukkan rasa percaya diri, ketahanan mental, fisik, dan spiritual. Dengan begitu, bawahan akan terdorong untuk mencapai yang lebih baik lagi.
  4. Cerdas. Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kemauan untuk terus membaca, belajar, dan mencari tugas-tugas yang menantang kemampuannya.
  5. Berpikiran adil. Prasangka adalah musuh dari keadilan. Seorang pemimpin yang baik akan memperlakukan semua orang dengan adil. Ia menunjukkan empatinya dengan bersikap peka terhadap perasaan, nilai, minat, dan keberadaan orang lain.
  6. Berpikiran luas. Pemimpin yang baik menyadari setiap perbedaan yang ada dalam ruang lingkup kepemimpinannya dan mau menerima segala perbedaan itu.
  7. Berani. Seorang pemimpin yang baik selalu bertekun dalam usahanya mencapai tujuan, bukannya terus-terusan berusaha mengatasi berbagai halangan yang memang sulit untuk diatasi. Biasanya, meskipun sedang berada di bawah tekanan, ia tetap tenang dan menunjukkan rasa percaya diri.
  8. Tegas. Anda tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik bila tidak tegas dalam mengambil keputusan tepat di saat yang tepat.
  9. Imajinatif. Inovasi dan kreativitas diperlukan dalam suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin haruslah membuat perubahan tepat di saat yang tepat dalam pemikiran, rencana, dan metodenya. Selain itu, kreativitas sang pemimpin juga terlihat dengan memikirkan tujuan dan gagasan baru yang lebih baik, dan menemukan solusi baru dalam memecahkan masalah.
  10. Low Profile

Senin, 02 Januari 2012

Gambar






Cafe Bisnis Online